Contoh proposal penelitian hukum ini mengangkat judul tentang Proses Penyidikan
Perkara Pidana Beserta Hambatan-Hambatannya. Tema ini cukup menarik untuk
dikaji dan diangkat dalam sebuah penelitian hukum. Penelitian hukum ini ditulis
berdasarkan fakta-fakta ilmiah dimana pengambilan data dilakukan di Polresta
Malang.
Contoh proposal penelitian hukum ini bisa anda pesan
melalui situs kami atau bisa juga dengan menghubungi kantor kami. Kami berharap
referensi yang kami sajikan disini dapat membantu kelancaran tugas kuliah Anda.
PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA BESERTA
HAMBATAN-HAMBATANNYA (SUATU STUDI DI POLRESTA MALANG)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Sejak Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
diberlakukan menggantikan Herziene Inlands Reglement (HIR), maka sejak itu kita
memiliki Hukum Acara Pidasna yang baru, yang merupakan karya besar bangsa
Indonesia dalam perundang-undangan. Namun demikian untuk kesempurnaan
pelaksanaan undang-undang ini masih perlu didukung oleh peraturan perudangan
yang lain, serta adanya kerjasama yang baik antar penegak hukum dan dan
pemahaman masyarakat secara baik dan benar terhadap undang-undang tersebut.
Sebab bagaimanapun hukum merupakan mekanisme yang
mengintegrasikan kekuatan-kekuatan dan proses didalam masyarakat, dalam hal ini
Penyidik sebagai aparat penegak hukum harus mampu menjadi pendukung mekanisme
tersebut.
Adalah beralaskan apabila Herziene Inlands Reglement
(HIR) digantikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena
sebagaimana telah kita ketahui bahwa Herziene Inlands Reglement (HIR) adalah
produk penjajah Kolonial yang tentu sudah tidak sesuai dengan perkembangan
dewasa ini.
Setelah lahirnya Order Baru, terbukalah kesempatan yang
luas untuk membangun disegala segi kehidupan termasuk pula pembagunan di bidang
hukum. Beberapa Undang-Undang telah diciptakan sebagai pengganti peraturan
warisan Kolonial Belanda.
Demikian pula Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Nasional yang sudah lama didambakan semua orang, yaitu suatu Hukum Acara Pidana
yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dewasa ini, yang sesuai dan
selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka penyempurnaan rancangan ini telah
didengar pula beberapa pendapat ahli-ahli hukum yang tergabung dalam organisasi
profesi dibidang hukum seperti Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi),
Persatuan Jaksa (Persaja), Persatuan Advokad Indonesia (Peradin) dan Ikatan
Hakim Indonesia (Ikahi).
“Akhrinya, rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana
itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan Amanat
Presiden pada tanggal 12 Desember Tahun 1979 Nomor R.8/P.U.1979).
” Kemudian rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana
tersebut disahkan oleh sidang Paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981,
kemudian Presiden mensyahkannya menjadi Undang-undang pada tanggal 31 Desember
1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981, LN 1981 Nomor 78 TLN Nomor 32029”).
Pihak penyidik yang merupakan salah satu komponen
dalam mengemban tugas menyelesaikan sengketa-sengketa dalam masyarakat agar
tidak berkembang menjadi masalah yang membahyakan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Maka dengan KUHAP yang baru ini, kita menggunakan
sistem penyelidikan dan penyidikan yang bersifat “Ilmiah” atau “Scientific
Crime Detection” atau yang lebih populer di negara kita dengan sebuatan “Ilmu
Penyelidikan”.
“Berdasarkan pasal 17 KUHAP : ‘Bahwa perintah
penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana harus
berdasarkan “bukti permulaannya cukup”. Dan dari penjelasan pasal 17
diantaranya ditegaskan :Bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak Pidana”. Penegasan ini, memberi peringatan kepada pihak Penyidik,
sebelum mengeluarkan perintah penangkapan harus lebih dulu mengumpulkan fakta
yang benar-benar mampu mendukung kesalahan yang dilakukan tersangka melalu
“Penyidikan” (Investigasi) yang memerlukan ketrampilan teknis dan keluwesan
taktis”).
Sudah jelas bahwa, titik sentral penegakan hukum di
Indonesia menurut KUHAP harus berorientasi pada pola asas keseimbangan, yaitu
disatu sisi aparat penegak hukum wajib melindungi martabat dan hak-hah asasai
seorang tersangka/terdakwa, sedang pada sisi mereka berkeajiban melindungi dan
mempertahahankan kepentingan ketertiban umum.
Seperti yang telah dijelaskan,bahwa tujuan palembagaan
fungsi penyelidikan dimaksudkan sebagia langkah pertama atau sebagai bagian
yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal mungkin
fakta, keterangan dna bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai
penyelidikan. Sebab seandainya penyidikan dilakukan tanpa persiapan yang
memadai, bisa terjadi tindakan-tindakan penyidikan yang bertentangan dengan
hukum atau terjadinya kekeliruan terhadap orang yang dirugikan dapat menuntut ganti
rugi dan rehabilitasi melalui Praperadilan.
Pada umumnya menunjukkan bahwa suatu kekeliruan atau
kekurangan dalam memenuhi prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang, selalu
menimbulkan akibat yang lebih besar. Sah atau tidaknya pemanggilan terdakwa dan
seksi, batalnya suatu dakwaan, dan lainnya sangat ditentukan oleh ketepatan
prosedur tindakan yang dilakukan.
“Dimasa lampau, yakni pada waktu Hukum Acara Pidana di
Indonesia berpedoman pada H.I.R. pahit getirnya kekeliruan tindakan itu mungkin
hanya dirasakan oleh tersangka atau terdakwa, tetapi dibawah Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mustahil suatu kesalahan atau
kekurangan demikian itu menimpa secara nyata terhadap aparat pelaksana penegak
hukum sendiri”
Hal ini sesuai dengan penjelasan umum sub 3 (d)
tentang asas-asas Hukum Acara Pidana, bahwa :
“Para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau
karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar. (Pejabat itu)
dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman Administrasi”).
Oleh karena itu agar dapat berhasil mengumpul fakta,
keterangan dan bukti serta sekaligus tidak terjerumus kemuka sidang
Praperadilan seudah waktunya penyelidikan mempergunakan metode teknik dan
taktik yang lebih baik.
Demikian pula prosedur atau proses pengambilan
tindakan dalam rangka Hukum Acara Pidana meminta kecermatan secara
sungguh-sungguh.
Karena akibat dari kekeliruan atau kekurangannya bukan
hanya menyangkut penyelesaian perkara yang besangkutan saja, tetapi akan
mempengaruhi kehidupan dalam arti luas. Keleliruan atau kekurangan itu mungkin
dapat berakibat seorang yang tidak bersalah menjadi menanggung aib serta
pemderitaan yang mendalam, tetapi sebaliknya juga dapat mengakibatkan seorang
yang bersalah, tetap bebas tanpa pemindahan. Kedua hal itu sama-sama dirasakan
oleh masyarakat sebagai suatu hal yang tidak selaras dengan rasa tentram, rasa
aman dan merupakan syarat untuk mendorong segala perkembangan masyarakat.
Bertolak dari pemikiran tersebut, maka dalam KUHAP (UU
Nomor 8 Tahun 1981), ditetapkan bahwa Polisi sebagai Penyidik Tunggal, artinya
tidak ada aparatur lain kecuali Polisi yang dibebani tugas kewajiban melakukan
pemeriksaan pendahuluan (Vooronderzeok) kecuali ditetapkan lain oleh
Undang-undang.
“Adapun tujuan pemeriksaan pendahuluan oleh Penyidik
ialah mencari dan mengumpulkan seringkali menjumpai kesulitan-kesulitan maupun
hambatan-hambatan”
Jika atas dasar pertimbangan dan pendapat Penyidik bahwa
pembuktian tidak ada atau kelengkapan pembuktian tidak mungkin dicukupi lagi,
maka Penyidik harus menghentikan pemeriksaan pendahuluan. Demikian juga dalam
hal peristiwa yang ternyata bukan merupakan kejahatam atua pelanggaran atau
penyidikan dihentikan demi hukum. Maka penyeidik wajib menghentikan
pemeriksaan dan jika tersangka berada
dalam tahanan ia harus segera dibebaskan/dimerdekakan dari tahanan Pasal 109
ayat (2) KUHAP).
Atas dasar uraian diatas, maka Penulis dalam pembuatan
Skripsi ini mengambil judul : “Proses Penyidikan Perkara Pidana Beserta
Hambatan-Hambatannya” (Suatu Studi di Polresta Malang).
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masaalah diatas, maka
timbullah permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1.
Apakah Proses PenyidikanPerkara Pidana yang dilakukan oleh Penyidik di Polresta Malang sudah sesuai dengan
KUHAP.
2.
Hambatan-hambatan apa
yang ditemui oleh Penyidik dalam penyidikan Perkara Pidana dan upaya-upaya
pennggulangannya.
0 Komentar Blog: